Apakah Kita Bisa Tenggelam Kembali ke Dalam Semangat Kebersamaan GMKI?

Masa mahasiswa memang demikian, karena sifatnya yang amatir, bebas kepentingan lain. Semua terikat pada satu tujuan bersama, di samping studi. Tidak ada honor di sana, melainkan loyalitas waktu dan tenaga. Tetapi ada pematangan berpikir dibalik semua itu.

Apakah Kita Bisa Tenggelam Kembali ke Dalam Semangat Kebersamaan GMKI?
Bakti sosial GMKI Komisariat Fisip di Siak tahun 2003.

Disclaimer: Tulisan ini bukan karya saya. Tapi tulisan bang GAMAL MARPAUNG yang merespon tulisan saya sebelumnya di tautan INI . Hanya perubahan minor yang saya lakukan. Sebatas perbaikan kata dan tanda baca.


NUKILAN masa lalu yang hangat.


Sesungguhnya kesan dan semangat yang sama terjadi di setiap masa. Soal makanan, misalnya, ada prinsip di GMKI bahwa keadilan harus ada dimana-mana, termasuk di meja makan!


Masa mahasiswa memang demikian, karena sifatnya yang amatir, bebas kepentingan lain. Semua terikat pada satu tujuan bersama, di samping studi. Tidak ada honor di sana, melainkan loyalitas waktu dan tenaga. Tetapi ada pematangan berpikir dibalik semua itu.


Berbeda halnya sesudah jadi senior, dunia kerja, sosial ekonomi dan keluarga tentu menjadi faktor pembeda cara berpikir, sikap dan tindakan. Bahkan, ini yang krusial, aktifitas senior di bidang sosial-ekonomi-politik seringkali, sadar atau tidak, mendorong sikap dan pendapat yang menjadi friksi berkepanjangan.


Partisipasi senior tidak lagi tulus dan bebas kepentingan. Ketidakpatuhan adik-adik pengurus dan perbedaan sikap berimbas sakit hati dan, karenanya, dianggap sebagai lawan. Akibatnya, senior yang sakit hati lantas menjauh, ada pula yang menciptakan faksi di antara pengurus sebagai bentuk resistensi terhadap senior lain yang dianggap lawan. Hasil akhirnya: FRIKSI dan KONFLIK.


Apakah kita bisa tenggelam kembali ke dalam "kolam biru" semangat kebersamaan yg beramsal Ut Omnes Umum Sint itu? Tentu saja bisa, apabila senior dan junior (pengurus) memahami posisi dan batas-batasnya. Pengurus harus mandiri dalam otoritasnya. Sumbangan pemikiran tentu diperlukan, demikian juga materi. Namun harus ada prinsip sebagai dinding batas, yaitu: SUMBANGAN YANG TIDAK MENGIKAT! 


Senior tidak pernah dipaksa harus memberi sumbangan. Tetapi jika mampu dan berkenan, pula seiring pengalaman dan kecintaannya terhadap GMKI yg lahir dari masa ia ber-GMKI. Ada yang mampu tapi tidak berkenan, ya tidak masalah. Paling cuma dicibir sesaat, kemudian dilupakan. Pahit bagi adik-adik, tapi itu bagian dari proses belajar memahami dunia ini. Bukankah obat itu pahit?


Bagaimana mewujudkan sikap tersebut di antara senior dan junior? Tentu melalui suatu komitmen bersama. Bahkan setiap perang hanya bisa berakhir damai oleh karena adanya kesadaran kedua pihak untuk melahirkan sebuah komitmen baru.


Semua pihak harus menjaga dan mencegah agar komitmen tersebut tidak dilanggar. Masih belum menjamin tentunya. Oleh karena itu kita tetap harus meminta penguatan dari KRISTUS SANG KEPALA GERAKAN, sembari senantiasa sadar akan tujuan GMKI itu sendiri.


Optimislah di dalam doa, pengharapan dan sikap saling mengingatkan.


Merujuk yang dipaparkan Bang Hendra 'Hedal' Simanjuntak juga, menurut saya relevan dengan apa yang dikatakan Kristus tentang Anak-anak dan Kerajaan Surga. Bahwa sifat anggota biasa yang mudah melupakan konflik dan seketika berdamai, seperti paparan masa bang Hedal ber-GMKI, adalah aplikasi nyata dari hal memaafkan, berdamai dan persekutuan di dalam Kasih Tuhan.


Karena itu, analogi anak-anak dalam Alkitab itu merujuk pada sifatnya semata, bukan fisik atau kekurangannya dalam konteks ilmu.


Anehnya, setelah jadi senior kita justru kesulitan melaksanakannya. Bahkan saya pun masih sering terjebak dalam sikap kebencian dan permusuhan. Nilai-nilai teologis yang dulu sering kita dengar, hayati dan praktikkan, malah seperti hilang begitu saja.


Tapi biarlah masa kemarin kita kubur sebagai bagian sejarah kelam dan marilah kita mengingatkan kembali hati kita akan ajaran Kristus, agar selaras dengan pikiran dan tindakan kita di masa selanjutnya. Tidak hanya di GMKI, tapi juga di kehidupan kita masing-masing.


Hendaklah sampai akhir kita setia pada ajaran Kristus, terlebih yang kita terima di GMKI. Tinggilah Iman, Ilmu dan Pengabdian kita. Ut Omnes Umum Sint. (*)